Friday, June 29, 2012

Apa Beda Dokter, Tabib dan Sinshe?


Mari bersenda gurau sejenak. Mari kita lihat unik dan anehnya kenyataan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam perang, ada yang menembak, ada yang tertembak dan ada yang merawat luka-luka. Dalam kehdiupan sehari-hari pula ada yang pekerjaannya menghibur dan menyenangkan orang; tetapi ada pula yang justru menakut-nakuti orang. Kalau kita sebut pelawak, motivator, dokter, tabib dan sinshe Anda pasti dapat menebak penjelasan apa yang klop untuk mereka.



Sejujurnya, di zaman persilatan, murid setengah mati mencari guru; dan guru dengan sangat independennya  menerima atau menolak murid. Kini kenyataan mungkin sudah berbeda. Berpayah-payah sekolah atau pergurun tinggi mengiklankan diri supaya banyak murid yang mendaftar. Begitu juga dalam dunia kesehatan dan pengobatan. Zaman dokter, tabib dan sinshe sakral sudah lewat. Zaman kemanusiaan ditegakkan sedemikian tinggi juga sudah lewat. Pemodal ambil alih peran. Kapitalisme di dunia pengobatan kadang justru lebih liberal dari ideologi atau aliran partai politik.

Dokter Oen dari Solo mungkin suatu kekecualian. Tabib dan sinshe yang memasang tarif suka rela juga kekecualian. Pendek kata dunia ini selalu berisi tarik menarik kepentingan dan motif itu. Ada Microsoft yang komersial, ada pula Linux yang sangat sosial. Mengapa Microsoft yang sudah sangat kaya dan kapitalnya takkan habis untuk tujuh turunan tidak berbalik peran menjadi seperti Linux dan Linux gantian diberi kesempatan untuk komersial.

Salah seorang presiden Amerika Serikat bahkan menyindir, "Dokter itu profesi  paling curang; Tuhan yang menyembuhkan, eh dia yang menarik bayaran." Kalau di AS waktu itu ada istilah Tabib dan Sinshe, pasti sindiran itu juga sekaligus ditujukan untuk mereka. Penyair WS Rendra dalam pidato kebudayaannya di Taman Ismail Marzuki Jakarta tahun 1988-an bahkan terang-terangan memprotes ketidakadilan  masyarakat dalam mengapresiasi profesi. Rendra bilang, "Pengacara itu agen kontemplasi, dokter itu agen kontemplasi, penyair juga agen kontemplasi. Kedua agen kontemplasi itu sah dan pantas-pantas saja menerima bayaran mahal; tetapi penyair? Dunia lalu heboh kalau penyair minta bayaran mahal!"

Apa beda dokter, tabib, dan sinshe? Dalam hal-hal tertentu mereka bisa saja sama; dalam hal lain mereka juga bisa berbeda.Lalu apa beda dokter, tabib dan sinshe? Masyarakat bisa saja menilai sangat personal, namun masyarakat yang lain lagi juga mungkin saja menilai secara general. Lelucon untuk Anda yang enak mungkin begini saja: kalau biaya pengobatan Anda diganti kantor, sangat dianjurkan pergi ke dokter. Namun kalau kesehatan tuntas dan seutuhnya yang Anda cari, pergi saja ke tabib atau sinshe yang ..... masih punya idealisme dan komitmen profesi. Kabarnya ...masih ada sedikit yang tersisa.

Pak Dar

5 comments:

  1. itu karena bodohnya yg nge-post kalau dokter adalah profesi curang, cba tanyakan pada Universitasnya mengapa ia meminta bayaran pada saat kuliah, bedakan dengan tabib mereka ilmu turunan gratis gk bayar sama sekali............... Hanya untuk mendapatkan ilmu penyembuhan Dokter2 harus mengeluarkan ratusan juta bayangkan saja, lain kali dipikirkan sebelum nge-post, lain dri tabib yang mendapatkan gratis ilmu penyembuhan, namun zaman sekarang kurang dipakai lagi para tabib2, contohnya pada Olga Syahputra berobat ke tabib sembuh aja tidak dan akhirnya ke Dokter namun tidak tertolong lagi. Maaf sebelumnya saya seorang calon dokter, komitmen saya melebihi para tabib2............... Motto; Kesehatan bukanlah segala-galanya, namun segala-galanya tanpa kesehatan gak ada gunanya!!!!!

    ReplyDelete
  2. Kevin Mulia yang pinter, benar, kalau soal bodoh sudah dari sononya. Tetapi dokter yang bijak dan mulia selalu punya rasa humor yang baik. Karena dokter yang memiliki rasa humor baik, sudah setengah menyembuhkan pasien lewat komunikasi therapisnya. Tak percaya? Praktikkan saja nanti kalau sudah di lapangan.

    One-liner tentang dokter itu benar-benar diucapkan Presiden AS, kalau tak salah ingat, F Rossevelt. Bukan hanya dokter yang untuk memperoleh ilmu harus bayar. Seorang tabib (sinshe) mengaku diperlukan 15 tahun belajar dan menjadi asisten. Baru boleh terjun ke masyarakat. Itu tabib atau sinshe yang asli dan sungguhan, bukan yang latah dan memanfaatkan situasi. Kalau yg anda maksud di atas itu, mungkin orang yang mengaku paranormal. ilmunya hasil transfer.

    Jangan memusuhi humor, karena dia sahabat para dokter. Nah, sekarang coba renungkan one-liner ini, dapatkah anda menangkap sesuatu yang menggelitik perasaan intelektual anda?

    Manusia yang aneh adalah dia bekerja sampai sakit untuk mendapat keuntungan. Lalu dia membayar keuntungannya untuk bisa menjadi sehat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya setuju dengan admin, sinshe atau tabib sungguhan belajar memakan waktu yang lama dan panjang karena prinsip mereka adalah mendiagnosa dan mengobati secara holistik atau menyeluruh. Terlalu sempit jika kita menilai sinshe dari kasus Olga Saputra. Hehehehe....

      Adapun kutipan diatas tentang anehnya manusia, setahu saya pernah dikatakan oleh Mahatma Gandhi.

      Delete
  3. Yup...saya setuju dengan Admin. Anehnya manusia sekarang belajar untuk jadi dokter atau tabib atau sinshe, hanya karena pamggilan uang dan kepentingan bisnis bukan karena niat ingin membantu. Makanya Ilmunya tidak berkah dan kurang manjur. kuliah jadi dokter hanya karena panggilan uang, dan perhitungan dengan biaya kuliahnya yg tinggi makanya perhitungan dengan bayarannya karena merasa rugi dan harus balik modal. itu karena tidak dengam hati mereka menjadi profesi dokter tapi karena lihat peluang bisnis.

    ReplyDelete
  4. Yup...saya setuju dengan Admin. Anehnya manusia sekarang belajar untuk jadi dokter atau tabib atau sinshe, hanya karena pamggilan uang dan kepentingan bisnis bukan karena niat ingin membantu. Makanya Ilmunya tidak berkah dan kurang manjur. kuliah jadi dokter hanya karena panggilan uang, dan perhitungan dengan biaya kuliahnya yg tinggi makanya perhitungan dengan bayarannya karena merasa rugi dan harus balik modal. itu karena tidak dengam hati mereka menjadi profesi dokter tapi karena lihat peluang bisnis.

    ReplyDelete